Nasional

Pengasuh Tebuireng Sebut Halal Bihalal Wadah Penyelesaian Masalah dan Memupuk Persatuan

Kam, 18 April 2024 | 09:26 WIB

Pengasuh Tebuireng Sebut Halal Bihalal Wadah Penyelesaian Masalah dan Memupuk Persatuan

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) (Foto:NU Online Jatim)

Malang, NU Online 
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) mengatakan bahwa di awal kemerdekaan momentum halal bi halal jadi wadah penyelesaian masalah dan menumbuhkan persatuan antaranak bangsa.


Tradisi halal bi halal sudah mengakar bagi masyarakat Indonesia. Namun, secara nama, halal bi halal diyakini mulai populer pada tahun 1948. Seorang ulama pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Hasbullah memperkenalkan kembali ke publik istilah halal bihalal kepada Bung Karno sebagai bentuk silaturahmi antarpemimpin politik.


Hal ini karena pada masa itu kondisi nasional masih dalam konflik dengan Belanda. Atas saran KH Wahab, Presiden Soekarno kemudian mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara pada hari raya Idul Fitri tahun 1948. Pertemuan itu pun diberi judul halal bihalal.


Di dalam acara tersebut, para tokoh politik duduk bersama dalam satu meja untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depannya. Setelahnya, berbagai instansi pemerintah pun menyelenggarakan acara halal bihalal. Tradisi halal bihalal pun akhirnya menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia secara luas


"Halal bi halal suatu forum yang luar biasa. Forum yang lahir dari kondisi bangsa untuk mencari solusi masalah nasional. Halal bi halal mampu mencari solusi permasalahan bangsa oleh tokoh nasional. Ini hanya ada di Indonesia," jelasnya saat acara halal bi halal alumni Tebuireng di pendopo Pemerintah Kabupaten Malang, Rabu (17/4/2024).


Gus Kikin menambahkan, silaturahim adalah hal baik yang harus terus dilakukan. Sejak dulu masyarakat Indonesia terbiasa saling memaafkan, khususnya momentum Idul Fitri. Meskipun saat itu, Indonesia dalam kondisi terbatas insfrastruktur dan ekonominya, kegiatan halal bi halal tetap dilaksanakan.


"Dulu silaturahim sulit kendaraan, tapi orang bisa kumpul. Bahkan dulu muktamar NU setiap tahun. Zaman sekarang sudah mudah kendaraan, ada tol, difasilitasi dengan jalan dan makan enak. Kalau tidak mau silaturrahim, kayaknya tidak pantas," imbuhnya


Pj Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur ini menambahkan, silaturahim dan saling memaafkan merupakan ajaran Islam. Karena memperkuat persatuan. Para tokoh bangsa menerapkan ajaran tersebut dalam konsep halal bi halal. Agar mudah diterima.


Perintah Allah tentang masalah ini ada di Surat Ali Imran ayat 103:


وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ


Wa'taṣimụ biḥablillāhi jamī'aw wa lā tafarraqụ ważkurụ ni'matallāhi 'alaikum iż kuntum a'dā`an fa allafa baina qulụbikum fa aṣbaḥtum bini'matihī ikhwānā, wa kuntum 'alā syafā ḥufratim minan-nāri fa angqażakum min-hā, każālika yubayyinullāhu lakum āyātihī la'allakum tahtadụn


Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.


"Guyub dan rukun. Guyub dengan hati dan jangan bertengkar karena akan menjadi kita lemah. Hilang kekuatan. Menuju Indonesia 2045, menjadi negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur," pinta Gus Kikin.


Pesan persatuan juga ajaran yang selalu disampaikan oleh pendiri Nahdlatul Ulama KH M Hasyim Asy'ari. Hal ini terlihat dalam kitab At-Tibyan adalah menjaga persatuan dalam rangka menguatkan ukhuwah persatuan.


"Saya senang sekali ketika kita berada dalam suasana kekeluargaan. Ini warisan KH M Hasyim Asy'ari. Alumni Tebuireng harus membangun ukhwah. Tidak ada istilah perpisahan di Tebuireng," tandasnya.